Senin, 10 Maret 2014

analisis Novel Dian yang tak Kunjung Padam



IDENTITAS BUKU

Judul                     : DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM
Pengarang             : Sutan Takdir Alisjahbana
Penerbit                 : Dian Rakyat
Tahun Terbit          : 1992
Tebal Halaman      : 158

A.    JUDUL PER SUB BAB / BAGIAN
a.                   Jeling mata yang menambat hati
b.                  Kalau hati telah terikat
c.                   Pandang yang berarti
d.                  Kebun para di tepi sungai
e.                   Mengunjungi peralatan
f.                   Di peralatan
g.                  Ibu dan anak
h.                  Panah yang dilepaskan
i.                    Laksana merpati parah kena sumpitan
j.                    Meneguhkan ikatan
k.                  Pertemuan yang mengecewakan
l.                    Percakapan antara kaum karabat
m.                Perselisihan antara anak dengan orang tua
n.                  Kepercayaan yang memberi kekuatan
o.                  Yasin
p.                  Matahari di balik awan
q.                  Sia2
r.                    Tinggal seorang
s.                   Termenung seorang diri
t.                    Pertemuan yang menghabiskan
u.                  Segala yang suci membubung keatas
v.                  Orang pertapa

B.     SINOPSIS
Yasin merupakan anak tunggal dari keluarga uluan. Dia seorang pemuda yang baru berumur dua puluh tahun.Sekarang tinggalah ia berdua saja dengan ibunya.Ketika ia berumur 9 tahun ayahnya meninggal dunia. Setiap hari Yasin dan ibunya berjualan hasil kebun ke enam belas ilir, sungai musi palembang Suatu pagi ketika perahu Yasin melewati sebuah rumah besar ia melihat seorang yang termashur cantik di negeri itu. Gadis itu bernama molek. Ia baru berumur 17 tahun. Ia anak dari Raden Mahmud yang terkenal kaya raya. Semenjak itu, setiap Yasin melewati rumah Molek mereka saling berpandangan, Tanpa saling mengenal, mereka saling jatuh cinta. Akhirnya pada suatu hari mereka ketemuan. Setelah betemu dengan Molek, Yasin kembali ke panggiran. Selang beberapa waktu ibu Yasin, bibi Munah, ayah dan bunda pesirah Thalib datang meminang Molek. Tapi mereka pulang dengan tangan hampa, karena Cek Sitti berterus terang bahwa Molek tidak dapat diserahkan kepada orang Uluan. Ia menangis dan menangis akhirnya ibunya tahu, kalau Molek menangis karena ibunya menolak pinangan keluarganya Yasin. Setelah tahu hal itu, ibunya Molek menjadi marah dan murka. Kemudian ia pun memberitahu Raden Mahmud. Ayahnya sangat marah kepada Molek. Ia ditampar, ditempeleng dan mengatai Yasin dengan kata-kata yang pedas. Molek dibenci oleh orangtuanya, seolah-olah ia melakukan dosa besar. Ayahnya mengancam, kalau Yasin datang lagi menemui Molek, maka ia akan binasa.
Pada suatu hari Molek dipinang oleh Syaid Mustafa, yaitu seorang arab yang ternama kaya dan berharta di kota Palembang. Pinangan itu diterima. Walaupun ia bukan keturunan nabi atau berasal dari tanah suci. Molek dan Yasin putus asa dengan keadaannya. Pada malam esoknya ia akan dikawinkan, Molek ingin bertemu dahulu dengan Yasin. Akhirnya merekapun bertemu. Mereka saling melepas rindu. Namun ketika pertemuan itu berlangsung tiba-tiba ombak menghantam perahu Yasin sehingga mereka berpisah. Setelah pernikahan itu, orangtua Molek pergi untuk beribadah haji. Sejak menikah Molek sering termenung dan sendiri. Suaminya tidak mencintai, ia sering ditinggal suaminya itu. Ternyata dia hanya ingin menguasai harta dan kekayaan orang tua Molek saja, bahkan suaminya itu tak menafkahinya sehingga ia sangat menderita. Dalam kesendiriannya itu, Molek menulis surat buat Yasin; isi surat itu, menyatakan penderitaan Molek selama ini dan ingin bertemu dengan Yasin. Sebenarnya pertemuan itu pertemuan terakhir. Setelah menerima surat dari Molek, Yasin dengan segera menemui Molek. Dalam pertemuan itu, Molek menjatuhkan diri memeluk kaki Yasin. Ia meminta maaf karena telah menikah dengan laki-laki lain. Perlahan Yasin mengangkat tubuh Molek dan memeluknya. Sambil berkata bahwa Molek tidak bersalah. Tapi Molek tiba-tiba menjadi kasar kepada Yasin. Ia mnyuruh Yasin untuk pergi meninggalkannya. Yasin terkejut dengan sikap Molek itu. Ia pun pegi meninggalkan rumah Molek. Setelah kejadian itu, ia menemukan sebuah surat terakhir dari Molek. Isi surat itu yaitu demi menjaga kemuliaan cintanya kepada Yasin lebih baik ia berputih tulang.
Surat pertama dari Yasin ia bawa ke liang lahatnya dan Molek pun menulis kalau ia akan menunggu Yasin di akhirat. Yasin ingin menggagalkan niat kekasihnya itu namun ia gagal. Esoknya ia mengetahui kalau Molek telah meninggal dunia. Beberapa hari Yasin tinggal di kuburan Molek bersama-sama dengan orang yang mengaji buat arwah Molek. Beberapa minggu sesudah itu Yasin pulang ke dusunnya  Beberapa lamanya yasin tinggal bersama-sama ibunya di sungai Lematang. Suatu hari ibunya sakit, lalu dibawanya ke dusun Gunung Megang. Disanalah ibunya berpulang dan beberapa hari sesudah itu hilanglah Yasin dari dusun kecil itu dan seorang pun tahu kemana peginya Yasin. Pada suatu tempat rimba lebat di gunung Seminung, di pekan dusun Sukau tinggalah seorang laki-laki telah lanjut dan ia adalah Yasin. Disana Yasin bersahabat dengan anak muda yang bernama Rahma. Yasin menjadi orang tua yang saleh dan taat beribadah. Suka menolong siapapun dengan segala tenaganya tanpa pamrih. Hidupnya aman dan sentosa seakan-akan setiap waktu disinari oleh cahaya Illahi. 























             I.                  UNSUR-UNSUR INTRINSIK
1)      TEMA adalah sesuatu yang mendasari cerita, yang selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religious, dan lain-lain. Tema dibedakan menjadi tema utama (mayor) dan tema tambahan (minor).
Tema Mayor : Cinta yang terhalang oleh Latar Belakang Keluarga yang berbeda (Keturuna/Kebangsawanan)
Sungguh iba hatinya memikirkan kemalangannya itu…kebangsawanan, kemuliaan orang itu, terasa kepada Molek sebagai suatu beban yang memberati hidupnya. Mengapakah ia turun ke dunia sebagai orang bangsawan? Baginya lebih baik, lebih mujir dan berbahagia ia lagi, kalau ia lahir sebagai orang biasa, orang yang tiada meninggi-ninggikan dirinya, karena keturunan, yang pada hakekatnya hampa-kosong itu. O, kalau ia lahir sebagai orang kebanyakan, orang yang tiada berbangsa, berapalah beruntung dirinya! Jurang-jurang yang dalam, yang menceraikan dia dengan kekasihnya itu, tentu tak kan ad, pastilah dapat hidup berbahagia dengan buah hatinya itu.” Halaman 85
Tema Minor :
a.       Jeling mata yang menambat hati
Tema “Cinta pada pandangan pertama”
Pada sub-bab pertama novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Cinta pada pandangan pertama”. Karena menceritakan bahwa Yasin merasakan debaran-debaran yang luar biasa ketika pertama kali melihat putri Raden Mahmud. Dan saat gadis itu hilang dari pandanagannya Yasin terus terbayang akan wajah gadis itu.
b.      Kalau hati telah terikat
Tema “Molek jatuh cinta”
Pada sub-bab kedua novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Molek jatuh cinta”. Karena menceritakan bahwa Molek banyak berubah sejak ia melihat pemuda yang terus-terus memandangnya. Hatinya terus berdebar-debar ketika ia teringat akan pemuda itu. Dan iapun semakin memperhatikan dirinya, mulai berdandan dan terus bercermin.
c.       Pandang yang berarti
Tema “Kegelisahan dilanda cinta”
Pada sub-bab ketigaa novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Kegelisahan dilanda cinta”. Karena menceritakan Yasin yang terus-menerus gelisah memikirkan gadis cantik yang baru dilihatnya sehingga ia susah tidur karena hal itu.
d.      Kebun para di tepi sungai
Tema “Hidup dari hasil kebun”
Pada sub-bab keempat novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Hidup dari hasil kebun”. Karena menceritakan kehidupan Yasin dan keluarganya yang sederhana yang dapat bertahan hidup dengan berkebun, dari kebun para, pisang dan lainnya.
e.       Mengunjungi peralatan
Tema “Keresahan meninggalkan kebun”
Pada sub-bab kelima novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Keresahan meninggalkan kebun”. Karena menceritakan Yasin dan bundanya yang resah jika mereka harus meninggalkan kebun sementara mereka baru saja tiba dari Palembang. Banyak sekali pekerjaan yang harus dikerjakan di kebun yang telah ditinggalkan selama beberapa hari mereka di Palembang.
f.       Di peralatan
Tema “Kemeriahan acara perkawinan”
Pada sub-bab keenam novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Kemeriahan acara perkawinan”. Karena menceritakan tentang meriahnya acara perkawinan yang dilangsungkan selama lima hari lima malam dengan di tampilkan berbagai acara seperti tarian, berpantun dan lain-lain.
g.      Ibu dan anak
Tema “Ikatan hati ibu dan anak”
Pada sub-bab ketujuh novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Ikatan hati ibu dan anak”. Karena menceritakan tentang Yasin yang sudah lama menyembunyikan perasaannya. Ia tidak menceritakan kepada siapapun tentang perasaannya kepada Molek termasuk kepada ibu kandungnya sendiri, namun sang ibu tahu apa yang dirasakan Yasin dan akhirnya ia menanyakan kepada Yasin ada apa dengan sikap Yasin yang dirasakannya aneh sejak mereka kembali dari Palembang.
h.      Panah yang dilepaskan
Tema “Ungkapan hati Yasin kepada Molek”
Pada sub-bab kedelapan novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Ungkapan perasaan Yasin kepada Molek”. Karena menceritakan tentang Yasin yang jauh-jauh dari Penanggiran ke Palembang hanya untuk mencari tahu bagaimana perasaan Molek kepadanya. Ia mencari tahu hal itu dengan cara menulis sebuah surat untuk Molek yang berisi tentang perasaannya dan diselipkannya surat itu di dinding tempat Molek mandi.
i.        Laksana merpati parah kena sumpitan
Tema “Surat yang membawa semangat”
Pada sub-bab kesembilan novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Surat yang membawa semangat”. Karena menceritakan tentang Molek yang kembali bersemangat setelah membaca surat dari Yasin.
j.        Meneguhkan ikatan
Tema “Memantapkan hati”
Pada sub-bab kesepuluh novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Memantapkan Hati”. Karena menceritakan tentang Molek yang membalas surat Yasin berisi tentang perasaannya yang telah mantap untuk Yasin.
k.      Pertemuan yang mengecewakan
Tema “Pertemuan yang singkat”
Pada sub-bab kesebelas novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Pertemuan yang singkat”. Karena menceritakan tentang Molek dan Yasin yang bertemu namun pertemuan mereka sangat singkat. Mereka terpaksa harus mengakhiri pertemuan diantara keduanya karena takut jika mereka dicurigai orang.
l.        Percakapan antara kaum karabat
Tema “Berunding untuk melamar”
Pada sub-bab keduabelas novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Berunding untuk melamar”. Karena menceritakan tentang keluarga Yasin yang berunding untuk melamar Molek.
m.    Perselisihan antara anak dengan orang tua
Tema “perbincangan yang menegangkan”
Pada sub-bab ketigabelas novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “perbincangan yang menegangkan”. Karena menceritakan tentang perbincangan antara Molek dan ibunya yang kebanyakan membicarakan ketidaksetujuan ibunya terhadap Yasin sedangkan Molek menginginkan Yasin.
n.      Kepercayaan yang memberi kekuatan
Tema “kepercayaan yang menghadirkan kekuatan”
Pada sub-bab keempatbelas novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “kepercayaan yang menghadirkan kekuatan”. Karena menceritakan tentang surat-surat yang ditulis oleh Yasin memberikan kekuatan kepada Molek sehingga ia mampu bertahan dalam penderitaannya, begitu pula sebaliknya.
o.      Yasin
Tema “penderitaan Yasin”
Pada sub-bab kelimabelas novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Ketabahan hati Yasin”. Karena menceritakan tentang Yasin yang tabah melewati hari-harinya setelah lamarannya ditolak keluarga Molek.
p.      Matahari di balik awan
Tema “pernikahan yang dipaksakan”
Pada sub-bab keenambelas novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “pernikahan yang dipaksakan”. Karena menceritakan tentang Molek yang dikawinkan paksa oleh orang tuanya dengan orang arab yang bernama Sayid Mustafa.
q.      Sia2
Tema “pekerjaan yang percuma”
Pada sub-bab ketujuhbelas novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “pekerjaan yang percuma”. Karena menceritakan tentang perjanjian antara Molek dan Yasin yang menjadi sia2.
r.        Tinggal seorang
Tema “Kesendirian”
Pada sub-bab kedelapanbelas novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Kesendirian”. Karena menceritakan tentang Molek yang makin hari makin menyendiri karena perkawinannya.
s.       Termenung seorang diri
Tema “Meratapi Nasib”
Pada sub-bab kesembilanbelas novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “Meratapi Nasib”. Karena menceritakan tentang Molek yang termenung meratapi perkawinannya dan perpisahannya dengan keasihnya Yasin.
t.        Pertemuan yang menghabiskan
Tema “pertemuan terakhir”
Pada sub-bab keduapuluh novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “pertemuan terakhir”. Karena menceritakan tentang pertemuan terakhir antara Molek dan Yasin sebelum Molek meninggal dunia.
u.      Segala yang suci membubung keatas
Tema “kepergian Molek”
Pada sub-bab keduapuluhsatu novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “kepergian Molek”. Karena menceritakan tentang Molek yang memilih untuk mengakhiri kehidupannya dari pada menderita dengan perkawinannya.
v.      Orang pertapa
Tema “kehidupan Yasin”
Pada sub-bab keduapuluhdua novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, bertemakan “kehidupan Yasin”. Karena menceritakan tentang seluk beluk kehidupan Yasin setelah lama kepergian Mol;ek dan ibunya.

2)      PENOKOHAN
Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Dalam novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan.
G  Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam sebuah cerita yang bersangkutan, ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama meliputi;

  Yasin      : Rajin, Penyayang, saleh dan taat beribadat, suka    menolong.
“Sebenarnya dari kecil ia biasa bekerja membanting-tulang menolong orang tuanya mencari nafkah.” Halaman 3

“Yasin amat kasih kepada bundanya itu. Dengan segala tenaga diusahaannya, supaya perempuan tua itu selamat dan sentosa hidupnya pada hari akhirnya.” Halaman 5
“siapakah yang tiada tahu akan Yasin orang tua yang saleh dan taat beribadat itu, yang suka menolong siapa juapun dengan segala tenaganya, tak memandang untung atau laba.” Halaman 154

  Molek     : cantik, baik, rendah hati
“sesungguhnya perawan itu tiada berdandan, jauh dari berhias, tetapi kecantikan sejati, tiada cacat oleh kecantikan dandan, tiada pucat oleh ketiadaan sunting dan perhiasan, bahkan dalam keadaannya yang bersahajaitu sunyi dari buatan dan tambahan, lebih permai, lebih semarak kelihatan.” Halaman 7
“Raden Mahmud dengan isterinya amat sayang pada anaknya yang seorang itu, karena perangainya amat berbeda dengan yang lain. Ia rendah hati, pengiba dan penyayang baik pada manusia maupun pada hewan.” Halaman 10

  Ibunda Yasin : bijaksana, baik, penyayang
”Hal itu tidak dapat kita percakapkan, karenasi telah menjadi bubur, tak dapat diubah lagi. Sukarang hanya harus kita pikirkan jalan manaah yang se-baiknya kita lalui, supaya cita2 Yasin sampai jua.” Halaman 78

“tapi seorang ibu yang penuh kasih sayang tahu setiap waktu akan keadaan anaknya tiap2 perubahan bagaimana juapun kecilnya, baik lahir maupun batin tiada luput dari matanya yang senantiasa menyinarkan cahaya cinta itu.”

  Cek Sitti : Sombong, penyayang
“Sitti berkata terus terang, bahwa anaknya yang bungsu itu tak dapat diserahkan kepada orang Uluan. Jodohnya mesti seorang bangsawan seperti dia pula.” Halaman 82

“kemudian berkatalah ia dengan riangnya sambil tersenyum seperti akan melipurkan hati anaknya itu: Molek, tahukah engkau! Tadi datang tiga orang perempuan Uluan kemari akan meminangmu. Tiada gelikah engkau memikirkannya. Ibung2 telah berani meminta engkau akan jadi istri anaknya.” Halaman 89
“engkau hendak bersuamikan si Ulu busuk itu. Sungguh, engkau telah gila. Untuk penyapu rumahku ini lagi tak mau akan menerima orang Uluan. Jangan lagi untuk menjadi suami.” Halaman 90
  Raden Mahmud  : kasar, egois, sombong
“Ya, padaku jangan dicobanya sekali lagi serupa itu,” Ujar Raden Mahmud. “orang lain biarlah orang lain, tetapi aku tak mau didekati si Ulu pongah itu, meski bagaimana juapun ber-dering2 perak dan emasnya. Anakku biarlah tiada bersuami sampai tuanya, dari pada aku menerima orang Uluan serupa itu menjadi menantu.” Halaman 86

“Raden Mahmud tak ter-kira2 panas hatinya mendengar kata anaknya itu. Dengan jalan apa juapun mereka mesti memaksa Molek kawin dengan Sayid Mustafa orang Arab yang Kaya itu.” Halaman 107

“ayahnya sangat marah kepadanya, sehingga tak sedikit juapun tampak kasih sayangnya. Ia ditampar, ditempelengnya, dan berbagai perkataan yang pedih2 dikatakannya terhadap kepada Yasin kekasihnya itu.” Halaman 92
A  Tokoh Tambahan, meliputi;
A Muluk
A Pesirah Talib
A Sayid Mustafa: kikir
“Dalam pada itu kikirnya tiada ter-kira2. Belanja yang ditinggalakannya se-hari2 pada Molek amat sedikit, hampir2 tiada cukup untuk makan mereka berdua.” Halaman 126
A Raden Muhammad Yusuf
A Zubaidah
A Isteri Pesirah Talib
A Bibi Munah

A  Tokoh Protagonis
Yasin dan Molek
A  Tokoh antagonis
Raden Mahmud dan Cek Sitti, Sayid Mustafa
A  Tokoh Bulat
Yasin, Molek, Raden Mahmud, Cek Sitti, Ibunda Yasin
A  Tokoh Sederhana
Muluk, bibi munah, ibunda Yasin
A  Tokoh Statis
Sayid Mustafa, Muluk.
A  Tokoh berkembang
Yasin
Molek
Teknik pelukisan tokoh dari Novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM menggunakan teknik ekspositori, yaitu pelukisan tokoh dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian dan penjelasan secara langsung tentang tokoh.
3)      SUDUT PANDANG
Sudut pandang yang dipergunakan oleh pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh yaitu sudut pandang persona ketiga (ia, dia). Yang dalam hal ini, pengarang sebagai pengamat (sebagai narator). Selain itu juga, pengarang menyebutan langsung nama dari tokoh-tokoh yang berperan dalam tiap-tiap peristiwa pada novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM.

4)      ALUR/PLOT 
*            Alur Maju
Alur atau plot pada Novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM,  menggunakan alur maju. Yaitu diceritakan dari awal pertemuan antara Molek dan Yasin hingga akhir dari kisah mereka secara beruntut.

*            Pengembangan Plot
Pada pengembangan plot dalam novel ini, ditunjang oleh adanya perkenalan, permunculan konflik, peningkatan konflik, klimaks dan penyelesaian.
F   Tahap perkenalan/penyituasian pada tahapan ini pengarang perkenalkan tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita.
“menilik pada badannya dan lengannya nyatalah ia bukan seorang yang besar dalam bujikan, dalam cumbuan, bahkan sebaliknya.” Halaman 3
F   Tahap permunculan Konflik yang terkandung dalam novel ini, yaitu ketika Yasin mengutarakan isi hatinya kepada ibunya tentang perasaannya kepada Molek putrid Raden Mahmud.
“beberapa lamanya Yasin menundukkan kepalanya melihat batu2 kecil ditepi air yang ber-cahaya2 rupanya disinari matahari. Sekonyang2 iapun memalingkan mukanya kepada mata ibunya yang terang dan tajam seakan2 hendak meng-amat2i berubah atau tidakkah ia mendengar perkataannya: “Bunda, sejak kita pergi ke Palembang baru ini, jatuh cinta…kepada anak Raden Mahmud.” “mata perempuan itupun terbelalak, tetapi Yasin segera menyambung perkataannya” “ya, anak Raden Mahmud saudagar yang kaya itu. Tetapi ibu tak boleh heran, ibu tak boleh menyangkal, ibu harus menerima hal itu seperti aku menerima dia.” Halaman 43
F   Tahap Peningkatan Konflik  yang terdapat dalam novel ini, yaitu ketika ibunda Yasin dan sanak keluarga pergi melamar Molek namun pada akhirnya lamaran itu ditolak mentah-mentah oleh orangtua Molek.
“belum selang beberapa lama ibu Yasin dengan dua orang perempuan lain dan seorang laki2 turun dari rumah yang besar itu, balik dari meminang Molek. Mereka pula dengan hampa tangan, karena cek Sitti berkata terus terang bahwa anaknya yang bungsu itu tak dapat diserahkan kepada orang Uluan. Jodohnya mesti seorang bangsawan seperti dia pula.” Halaman 82
F   Tahap Klimas yang terdapat dalam novel ini, yaitu ketika Molek bersedih memikirkan nasib cintanya dengan Yasin yang terhalang karena kebangsawanannya.
“dengan tiada dirasainya melelehlah air matanya dipipinya yang lembut itu. Sungguh iba hatinya memikirkan kemalangannya itu…kebangsawanan, kemuliaan orang itu, terasa kepada Molek sebagai suatu beban yang memberati hidupnya. Mengapakah ia turun ke dunia sebagai orang bangsawan? Baginya lebih baik, lebih mujir dan berbahagia ia lagi, kalau ia lahir sebagai orang biasa, orang yang tiada meninggi-ninggikan dirinya, karena keturunan, yang pada hakekatnya hampa-kosong itu. O, kalau ia lahir sebagai orang kebanyakan, orang yang tiada berbangsa, berapalah beruntung dirinya! Jurang-jurang yang dalam, yang menceraikan dia dengan kekasihnya itu, tentu tak kan ad, pastilah dapat hidup berbahagia dengan buah hatinya itu.” Halaman 85
F   Tahap penyelesaian yang terdapat dalam novel ini, yaitu ketika Molek telah benar-benar hancur dan dia memutuskan untuk meninggalkan dunia agar ia bisa tenang hidupnya.
“kakandaku, jiwaku! Mengapakah maka tiap2 perceraian itu penuh kesedihan, se-akan2 penderitaan yang sudah2 belum cukup beratnya. Aku tiada menaruh dendam dan dengki, tiada pada orang tuaku yang menyebabkan sekalian penderitaan ini dan tiada pula pada suami duniaku yang menjadikan aku perkakas untuk mencapai napsu keduniaannya pada masa aku hendak meninggalkan dunia yang fana ini, harus aku bersihkan dulu diriku dari sekalian yang rendah dan tiada layak itu, agar tak ada yang menghalangi aku berpindah ketempat ruh dan arwah dengan wajah kakanda yang mulia itu.” Halaman 143
F   Konflik Internal, yaitu konflik yang terjadi di dalam diri tokoh utama.
Sungguh iba hatinya memikirkan kemalangannya itu…kebangsawanan, kemuliaan orang itu, terasa kepada Molek sebagai suatu beban yang memberati hidupnya. Mengapakah ia turun ke dunia sebagai orang bangsawan? Baginya lebih baik, lebih mujir dan berbahagia ia lagi, kalau ia lahir sebagai orang biasa, orang yang tiada meninggi-ninggikan dirinya, karena keturunan, yang pada hakekatnya hampa-kosong itu. O, kalau ia lahir sebagai orang kebanyakan, orang yang tiada berbangsa, berapalah beruntung dirinya! Jurang-jurang yang dalam, yang menceraikan dia dengan kekasihnya itu, tentu tak kan ad, pastilah dapat hidup berbahagia dengan buah hatinya itu.” Halaman 85


F   Konflik Eksternal, yaitu konflik yang terjadi di lingkungan luar tokoh utama.
“ayahnya sangat marah kepadanya, sehingga tak sedikit juapun tampak kasih sayangnya. Ia ditampar, ditempelengnya, dan berbagai perkataan yang pedih2 dikatakannya terhadap kepada Yasin kekasihnya itu.” Halaman 92
“Sitti berkata terus terang, bahwa anaknya yang bungsu itu tak dapat diserahkan kepada orang Uluan. Jodohnya mesti seorang bangsawan seperti dia pula.” Halaman 82
F   Akhir suatu cerita dalam novel ini, yaitu menampilkan adegan sebagai penyelesaian yang terkait dengan adanya rasa kesedihan (sad ending). Karena Yasin tak dapat bersatu dengan kekasihnya Molek di dunia. Novel ini juga merupakan Novel terbuka, karena membiarkan pembaca menentukan sendiri kelanjutan dari kisah kehidupan Tokoh utamanya.

5)      LATAR
Latar Tempat    :
Palembang              : “Hatta pada suatu hari tiba pulalah Yasin di Palembang membawa para dan pisangnya.” Halaman 70
Penaggiran              : “Di ruang tengah rumah pesirah Talib di dusun Penanggiran duduklah pada suatu petang Yasin dengan ibunya, Muluk dan pesirah Talib dengan isterinya.” Halaman 75
Gunung Megang    : “Di gunung Megang lima hari lamanya mereka berunding dengan Bibi Munah” Halaman 80
Kuburan                 : “Beberapa hari Yasin tinggal di kubur ber-sama dengan orang yang mengasikan arwah perempuan yang berpulang itu”. Halaman 147
Perahu                     : “sebuah layang2 jatuh dekat Yasin ditengah sampan2 yang menanti itu. Sekalian sampan itu oleng dan air ber-ombak2, galah meranting diatas perahu.” Halaman 17
Sungai Musi            : “sesungguhnya amat sedap pemandangan di Sungai Musi pada waktu dini hari. Ketika kesunyian malam ketika kesunyian malam lambat laun berubah menjadi kesibukan siang.” Halaman 5
Pasar                       : “Yasin telah menjual perahunya. Ia pergi membeli2 ke pasar enam belas Ilir, sebab esok hari ia akan pulang ke dusun” Halaman 15
Dapur                      : “Cek Sitti, isteri Raden Mahmud, duduk di dapur menjerangkan air panas. Tiap2 pagi, setelah sembahyang subuh, itulah kerjanya, sebab sebelum suaminya pergi ke took di Enam belas Ilir diberinya minum kopi dan makan kue2 dahulu.” Halaman 9
Latar Waktu      :
Malam    : “malam itu jua ditulisnyalah surat kepada Molek, dan setelah selesai redalah rasa hatinya.” Halaman 103
Pagi        : “keesokan harinya pagi-pagi duduklah ia diujung perahunya, menanti2kan Molek member isyarat kepadanya.” Halaman 71
Siang      : “lewat Lohor sedikit mereka naik perahu dan berdayung ke dekat rumah Raden Mahmud kembali.” Halaman 15
Sore       :“kira2 pukul lima ia dibangunkan bundanya; sambil mengeluh iapun berdirilah dan dari badannya mengalir peluh sangat banyaknya.”Halaman 17
matahari yang hampir terbenam itu mencurahkan cahayanya yang penghabisan”

Latar Suasana  :

Sedih : “keesoakan harinyaketika Molek bangun amat-amat berat kepalanya se-malam2an ia menangis karena memikirkan kemalangannya. Ayahnya sangat marah kepadanya, sehingga tak sedikit juapun lagi tampak kasih-sayangnya. Ia ditampar, ditempelengnya dan ber-bagai2 perkataan yang pedih2 dikatakannya terhadap kepada Yasin kekasihnya itu.” Halaman 92
Bahagia :“sejurus lamanya Molek menurutkan perasaan yang nikmatitu. Setelah reda gelora cinta itu, ia pun terus menulis, demikian bunyinya : “tiada dapat adinda katakana betapa girang hati adinda menerima surat kakanda itu. Sekarang sea-akan2 sudah terbuka bagi adinda suatu jalan kea rah tempat yang mulia, yang telah lama ter-bayang2 oleh adinda.Halaman 63
Gelisah : “sedang orang bergirang hati,bersenda gurau dan bercumbu2an, ia harus hadir di tempat ber-suka2an itu dengan hati yang penuh gundah gulana dan pikiran yang kusut. Pertentangan, keriangan yang dilihat dan didengarnya dengan batinnya yang kacau-balau itu laksana olehnya seolah2 sebilah sembilu yang tipis dan tajam yang disayatkan pada dagingnya lambat2, perlahan2…..pedih sedikit2, menyayat lambat2,…tetapi terus mendalam! Halaman 39
Latar Atmosfer  :
Belum seorang juapun sampai kesanadan udaranya yang lembab se-akan2 uap uap tanah yang hitam dan amat subur itu.
“ Dalam gelap-gulita itu iapun berjalan dengan tiada tentu arah tujuannya, laksana kapal kehilangan pedoman.
”Angin pagi sejuk itu berembus menyegarkan badannya dan ketika itu tetap pikirannya hendak mencegah kekasihnyanmengerjakan pekerjaan yang ngeri itu.”

6)      GAYA BAHASA
Di dalam novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM ini, terdapat beberapa Gaya bahasa diantaranya yaitu :
1.      Simile : perbandingan dua hal yang hakekatnya berlainan, akan tetapi sengaja dianggap sama: seperti, sebagai, ibarat, dan sebagainya.
“sungai musi yang lebar itu berkilau-kilauan seolah2 sebuah cermin yang amat besar.” Halaman 3

“lampu dirumah dan diperahu terbayang, gelisah seperti ular melata di tempat yang licin.” Halaman 3

“rambut yang hitam dan lebat berserak dipunggungnya yang kuning seperti gading pilihan.” Halaman 7

“mengapakah engkau tersenyum Molek?” katanya sambil memperhatikan muka anaknya yang kemerah2an seperti jambu air yang ranum itu.” Halaman 9
2.      Personifiasi yaitu perbandingan dengan cara menghidupkan atau menganggap benda mati, tumbuh-tumbuhan, binatang seperti manusia.
“dalam waktu yang akhir itu harga para amat jatuh, sehingga sekalian orang yang mempunyai kebun para kusut pikirannya.” Halaman 4

Molek bolehlah dibandingkan dengan bunga mawar yang tinggal suci tumbuh di-tengah2 semak yang rapat.Halaman 56
“ai sungai musi berombak2, sehingga sekalian jukung dan perahu yang tertambat dengan tenang, tiba2 menari-nari di muka ai.” Halaman 7

3.      Hiperbola yaitu gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan baik jumlah, uuran atau pun sifatnya dengan tujuan untuk menekankan, memerhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.

seketika ia lupakan dirinya, seketika ia diambungkan oleh ombak percintaan setinggi langit. Halaman 13

7)      AMANAT
1.      Tidak selamanya harta dapat memberikan kebahagiaan.
2.      Cintailah seseorang dengan tulus, jangan hanya melihat harta tapi lihat juga bagaimana dia bisa membuat kita bahagia.
3.      Seburuk apapun orang tua, kita sebagai anak harus tetap patuh kepadanya.
4.      Manusia harus sabar dan tawakal menghadapi segala macam cobaan dan penderitaan keran sesungguhnya dalam kesulitan itu ada kemudahan.

8)      Aliran
Aliran dari novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM yaitu aliran mistisme. Dalam aliran ini terasa ciptaan yang bernapaskan rasa ketuhanan. Pengarang selalu mendekatkan dirinya kepada Zat yang Mahatinggi. Aliran ini melahirkan ciptaan yang didasarkan pada ketuhanan, pada filsafat, dan alam gaib.
“sekali peristiwa ia pergi naik haji dengan isterinya. Delapan tahun lamanya ia bernaung di mekkah menuntut ilmu.” Halaman 21

“mereka itu taat berbuat ibadat. Dalam kehidupannya yang tenang itu tiada pernah mereka melupakan kewajibannya sebagai umat islam. Sembahyang lima waktu jarang ditinggalinya, meski mereka di jalan sekalipun, dan kalau mereka tak dapat bekerja dan terpaksa tinggal di rumah karena hujan, kerap kali mereka mengeluarkan Qur’an akan dibacanya.” Halaman 25

2 komentar: